A.
Hukum
Perjanjian
1.
Standar Kontrak
Istilah
perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard
contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan
dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak
oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat
oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut
sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah
satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya
para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit
atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam
kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk
menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu
pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.
Sedangkan
menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan
seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih
buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah
itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial.
Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti
kerugian dalam keadaan yang memeperburuk.
2.
Macam – Macam Perjanjian
Ditinjau
dari berbagai segi, Perjanjian Internasional dapat digolongkan ke dalam 4
(empat) segi, yaitu:
1.
Perjanjian Internasional ditinjau dari
jumlah pesertanya secara garis besar, ditinjau dari segi jumlah pesertanya,
Perjanjian Internasional dibagi lagi ke dalam :
a. Perjanjian Internasional Bilateral,
yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang
terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum internasional saja (negara
dan / atau organisasi internasional, dsb).
b. Perjanjian Internasional
Multilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang
terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional.
Sifat kaidah hukum yang dilahirkan perjanjian multilateral bisa bersifat khusus
dan ada pula yang bersifat umum, bergantung pada corak perjanjian multilateral
itu sendiri. Corak perjanjian multilateral yang bersifat khusus adalah
tertutup, mengatur hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang khusus menyangkut
kepentingan pihak-pihak yang mengadakan atau yang terikat dalam perjanjian tersebut.
2.
Perjanjian Internasional ditinjau dari
kaidah hukum yang dilahirkannya
Penggolongan Perjanjian Internasional dari segi kaidah terbagi dalam 2 (dua) kelompok:
Penggolongan Perjanjian Internasional dari segi kaidah terbagi dalam 2 (dua) kelompok:
·
Treaty Contract. Sebagai perjanjian
khusus atau perjanjian tertutup, merupakan perjanjian yang hanya melahirkan
kaidah hukum atau hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang hanya berlaku antara
pihak-pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian ini bisa saja berbentuk
perjanjian bilateral maupun perjanjian multilateral.
·
Law Making Treaty. Sebagai perjanjian
umum atau perjanjian terbuka, merupakan perjanjian-perjanjian yang ditinjau
dari isi atau kaidah hukum yang dilahirkannya dapat diikuti oleh subjek hukum
internasional lain yang semula tidak ikut serta dalam proses pembuatan
perjanjian tersebut.
3.
Perjanjian Internasional ditinjau dari
prosedur atau tahap pembentukannya dari segi prosedur atau tahap pembentukanya
Perjanjian Internasional dibagi ke dalam dua kelompok yaitu:
·
Perjanjian Internasional yang melalui
dua tahap. Perjanjian melalui dua tahap ini hanyalah sesuai untuk
masalah-masalah yang menuntut pelaksanaannya sesegera mungkin diselesaikan.
Kedua tahap tersebut meliputi tahap perundingan (negotiation) dan tahap
penandatanganan (signature). Pada tahap perundingan wakil-wakil para pihak
bertemu dalam suatu forum atau tempat yang secara khusus membahas dan
merumuskan pokok-pokok masalah yang dirundingkan itu.
·
Perjanjian Internsional yang melalui
tiga tahap. Pada Perjanjian Internasional yang melalui tiga tahap, sama dengan
proses Perjanjian Internasionl yang melalui dua tahap, namun pada tahap ketiga
ada proses pengesahan (ratification). Pada perjanjian ini penandatangan itu
bukanlah merupakan pengikatan diri negara penandatangan pada perjanjian,
melainkan hanya berarti bahwa wakil-wakil para pihak yang bersangkutan telah
berhasil mencapai kata sepakat mengenai masalah yang dibahas dalam perundingan
yang telah dituangkan dalam bentuk naskah perjanjian.
4.
Perjanjian Internasional ditinjau dari
jangka waktu berlakunya pembedaan atas
perjanjian berdasarkan atas jangka waktu berlakunya, secara mudah dapat diketahui pada naskah perjanjian itu sendiri, sebab dalam beberapa Perjanjian Internasional hal ini ditentukan secara tegas. Namun demikian, dalam hal Perjanjian Internasional tersebut tidak secara tegas dan eksplisit menetapkan batas waktu berlakunya, dibutuhkan pemahaman yang mendalam akan sifat, maksud dan tujuan perjanjian itu, karena hakikatnya perjanjian itu dimaksudkan untuk berlaku dalam jangka waktu tertentu atau terbatas.
perjanjian berdasarkan atas jangka waktu berlakunya, secara mudah dapat diketahui pada naskah perjanjian itu sendiri, sebab dalam beberapa Perjanjian Internasional hal ini ditentukan secara tegas. Namun demikian, dalam hal Perjanjian Internasional tersebut tidak secara tegas dan eksplisit menetapkan batas waktu berlakunya, dibutuhkan pemahaman yang mendalam akan sifat, maksud dan tujuan perjanjian itu, karena hakikatnya perjanjian itu dimaksudkan untuk berlaku dalam jangka waktu tertentu atau terbatas.
3.
Syarat syahnya Perjanjian
Berdasarkan
pasal 1320 Kitap Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat 4 syarat suatu
perjanjian dinyatakan sah secara hukum, yaitu:
terdapat kesepakatan antara dua pihak. Materi kesepakatan ini dibuat dengan kesadaran tanpa adanya tekanan atau pesanan dari pihak mana pun, sehingga kedua belah pihak dapat menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan. Kedua belah pihak mampu membuat sebuah perjanjian. Artinya, kedua belah pihak dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bisa membatalkan perjanjian tersebut. Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian. Artinya, perjanjian tersebut merupakan objek yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar. Artinya, perjanjian yang disepakati merupakan niat baik dari kedua belah pihak dan bukan ditujukan kejahatan.
terdapat kesepakatan antara dua pihak. Materi kesepakatan ini dibuat dengan kesadaran tanpa adanya tekanan atau pesanan dari pihak mana pun, sehingga kedua belah pihak dapat menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan. Kedua belah pihak mampu membuat sebuah perjanjian. Artinya, kedua belah pihak dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bisa membatalkan perjanjian tersebut. Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian. Artinya, perjanjian tersebut merupakan objek yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar. Artinya, perjanjian yang disepakati merupakan niat baik dari kedua belah pihak dan bukan ditujukan kejahatan.
4.
Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting
bagi :
- kesempatan penarikan kembali penawaran;
- penentuan resiko;
- saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
- menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHP perdata dikenal
adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir
pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap
obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat
konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak
atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan
memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang
menghendaki apa yang disepakati.
5.
Pembatalan
& Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan Perjanjian
Suatu
perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian
ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak
biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat Hukum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat Hukum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.
Pelaksanaan
Perjanjian
Itikad
baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk
menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus
mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk
memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan
perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh
pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar