Minggu, 10 November 2013

Hukum Perjanjian



A.    Hukum Perjanjian

1.     Standar Kontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.
Sedangkan menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memeperburuk.
2.     Macam – Macam Perjanjian
Ditinjau dari berbagai segi, Perjanjian Internasional dapat digolongkan ke dalam 4 (empat) segi, yaitu:
1.            Perjanjian Internasional ditinjau dari jumlah pesertanya secara garis besar, ditinjau dari segi jumlah pesertanya, Perjanjian Internasional dibagi lagi ke dalam :
a. Perjanjian Internasional Bilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional, dsb).
b. Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional. Sifat kaidah hukum yang dilahirkan perjanjian multilateral bisa bersifat khusus dan ada pula yang bersifat umum, bergantung pada corak perjanjian multilateral itu sendiri. Corak perjanjian multilateral yang bersifat khusus adalah tertutup, mengatur hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang khusus menyangkut kepentingan pihak-pihak yang mengadakan atau yang terikat dalam perjanjian tersebut.

2.            Perjanjian Internasional ditinjau dari kaidah hukum yang dilahirkannya
Penggolongan Perjanjian Internasional dari segi kaidah terbagi dalam 2 (dua) kelompok:
·        Treaty Contract. Sebagai perjanjian khusus atau perjanjian tertutup, merupakan perjanjian yang hanya melahirkan kaidah hukum atau hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang hanya berlaku antara pihak-pihak yang bersangkutan saja. Perjanjian ini bisa saja berbentuk perjanjian bilateral maupun perjanjian multilateral.
·        Law Making Treaty. Sebagai perjanjian umum atau perjanjian terbuka, merupakan perjanjian-perjanjian yang ditinjau dari isi atau kaidah hukum yang dilahirkannya dapat diikuti oleh subjek hukum internasional lain yang semula tidak ikut serta dalam proses pembuatan perjanjian tersebut.

3.            Perjanjian Internasional ditinjau dari prosedur atau tahap pembentukannya dari segi prosedur atau tahap pembentukanya Perjanjian Internasional dibagi ke dalam dua kelompok yaitu:
·        Perjanjian Internasional yang melalui dua tahap. Perjanjian melalui dua tahap ini hanyalah sesuai untuk masalah-masalah yang menuntut pelaksanaannya sesegera mungkin diselesaikan. Kedua tahap tersebut meliputi tahap perundingan (negotiation) dan tahap penandatanganan (signature). Pada tahap perundingan wakil-wakil para pihak bertemu dalam suatu forum atau tempat yang secara khusus membahas dan merumuskan pokok-pokok masalah yang dirundingkan itu.
·        Perjanjian Internsional yang melalui tiga tahap. Pada Perjanjian Internasional yang melalui tiga tahap, sama dengan proses Perjanjian Internasionl yang melalui dua tahap, namun pada tahap ketiga ada proses pengesahan (ratification). Pada perjanjian ini penandatangan itu bukanlah merupakan pengikatan diri negara penandatangan pada perjanjian, melainkan hanya berarti bahwa wakil-wakil para pihak yang bersangkutan telah berhasil mencapai kata sepakat mengenai masalah yang dibahas dalam perundingan yang telah dituangkan dalam bentuk naskah perjanjian.

4.            Perjanjian Internasional ditinjau dari jangka waktu berlakunya pembedaan atas
perjanjian berdasarkan atas jangka waktu berlakunya, secara mudah dapat diketahui pada naskah perjanjian itu sendiri, sebab dalam beberapa Perjanjian Internasional hal ini ditentukan secara tegas. Namun demikian, dalam hal Perjanjian Internasional tersebut tidak secara tegas dan eksplisit menetapkan batas waktu berlakunya, dibutuhkan pemahaman yang mendalam akan sifat, maksud dan tujuan perjanjian itu, karena hakikatnya perjanjian itu dimaksudkan untuk berlaku dalam jangka waktu tertentu atau terbatas.

3.     Syarat syahnya Perjanjian
Berdasarkan pasal 1320 Kitap Undang-Undang Hukum Perdata, terdapat 4 syarat suatu perjanjian dinyatakan sah secara hukum, yaitu:
terdapat kesepakatan antara dua pihak. Materi kesepakatan ini dibuat dengan kesadaran tanpa adanya tekanan atau pesanan dari pihak mana pun, sehingga kedua belah pihak dapat menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan kesepakatan. Kedua belah pihak mampu membuat sebuah perjanjian. Artinya, kedua belah pihak dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bisa membatalkan perjanjian tersebut. Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian. Artinya, perjanjian tersebut merupakan objek yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar. Artinya, perjanjian yang disepakati merupakan niat baik dari kedua belah pihak dan bukan ditujukan kejahatan.


4.     Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
  1. kesempatan penarikan kembali penawaran;
  2. penentuan resiko;
  3. saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
  4. menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHP perdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan. Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
5.     Pembatalan & Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat Hukum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian.
Pelaksanaan Perjanjian
Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.

Hukum Perikatan



A.    Hukum Perikatan

1.     Pengertian
Istilah perikatan ini lebih umum dipakaidalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orangyang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaanantara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibathukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.
2.     Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum. Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
·       Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
·       Perikatan yang timbul dari undang – undang
·       Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum dan perwakilan sukarela.

3.     Asas – asas Dalam Hukum Perikatan
Ada 3 hal asas – asas dalam hukum perikatan :
·       Asas Konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.
·       Asas Pacta Sunt Servanda, adalah setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakan pejanjian
·       Asas kebebasan berkontrak, adalah kebebasan individu sehingga yang merupakan titik  tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak
4.     Wan Prestasi & Akibatnya
Wanspestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni :
·       Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
·       Melaksanakan apa yang di janjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang di janjikan
·       Melakukan apa yang di janjikan tetapi terlambat
·       Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Akibat – akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat – akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat digolongkan menjadi 3 kategori, yakni :
·       Membayar kerugian yang di derita oleh kreditur ( Ganti Rugi )
·       Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian
·       Peralihan risiko
5.     Hapus Perikatan
Meskipun suatu perjanjian di harapkandapat trlaksana sebagaimana kehendak awal para pihak. namun sebuah perjanjian terkadang di hadapakna dengan one prestasi atau kelalaian salah satu pihak dalam melaksanakan apa yang menjadi kewajibannya. berikut dikemukakan berbagi hal apa sajakah yang dapat mengakibatkan hapusnya perikatan pasal 1381 KUH.Pdt. menyebutkan sepuluh cara  hapusnya suatu perikatan,ialah :
1. Pembayaran, pembayaran yang dimaksud oleh undang-undang dengan perkataan “pembayaran” ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi.
2. Penawaran pembayaran tunai disertai dengan penitipan (consignatie), ialah bilamana pihak kreditur tidak bersedia menerima pembayaran, hal ini tentunya akan menimbulkan kesukaran, seperti pembayaran bunga. Keadaan seperti di atas mempunyai carauntuk mengatasinya yaitu dengan menawarkan secara resmi (perantaraan seorang notaries atau seorang jurusita pengadilan), barang atau uang.
3. Pembaharuan utang, yang dimaksud dengan pembaharuan utang ialah suatu pembuatan perjanjian baru yang menghapuskan suatu perikatan lama sambil meletakkan suatu perjanjian baru.
4. Perjumpaan hutang (compensasi), ialah jika seorang yang berhutang, mempunyai suatu pihutang, pada siberpihutang, sehingga dua orang itu sama-sama berhak untuk menagih pihutang satu kepada yang lainnya, maka hutang pihutang antara kedua orang itu dapat diperhitungkan untuk suatu jumlah yang sama.
5. Percampuran hutang, ialah ini terjadi misalnya, jika siberpihutang kawin dalam percampuran kekayaan. Siberpihutang atau jika siberpihutang menggantikan hak-hak siberpihutang karena menjadi warisnya ataupun sebaliknya.
6. Pembebasan hutang, ini suatu perjanjian baru dimana siberpihutang dengan suka rela membebaskan siberhutang dari segala kewajibannya, kalau pembebasan itu diterima baik oleh siberhutang.
7. Musnahnya benda yang berutang, menurut pasal 1444 KUH.Pdt. jika suatu barang tertentu yang dimaksud musnah/hapus dan atau karena suatu larangan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tidak boleh diperdagangkan atau hilang hingga tidak terang keberadaannya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja hapus/musnahnya barang itu sama sekali diluar kesalahan siberhutang dan sebelumnya ia lalai menyerahkan.
Meskipun ia lalai menyerahkan barang itu, iapun akan bebas dari perikatan apabila ia dapat membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian diluar kekuasaanya.
8. Pembatalan perjanjian, perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang menurut undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, begitu pula yang dibuat karena paksaan, kehilapan atau penipuan ataupun mempunyai sebab yang bertentangan dengan unang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum dapat dibatalkan. Pembatalan ini pada umumnya berakibat, bahwa keadaan antara dua pihak dikembalikan seperti pada waktu perjanjian belum dibuat.
9. Berlakunya syarat batal, berlakunya suatu syarat batal, telah dibicarakan waktu membahas perikatan bersyarat. Hal ini yang perlu diingatkan lagi ialah bahwa dalam hukum perjanjian pada asasnya suatu syarat batal selamnya berlaku surut hingga lahirya perjanjian.
10. Lewat waktu/daluwarsa, perihal lewat waktu/daluwarsa secara khusus akan dibahas dalam buku IV KUH. Perdata.

Hukum Perdata



A.    Hukum Perdata

1.     Pengertian
Hukum perdata adalah hukum antara perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban orang perseorangan yang sati terhadap yang lainnya dari dalam hubunngan kekeluargaan dan didalam pergaulan masyarakat yang pelaksanaannya diserahkan masing-masing pihak. Dapat disimpulkan bahwa hukum perdata ialah serangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara seseorang dengan orang yang lain, dengan menitik beratkan pada kepentingan individu/perseorangan. Hukum perdata sering pula dibedakan dalam pengertian yang luas (termasuk hukum dagang) dan pengertian yang sempit (tidak termasuk hukum dagang). Istilah hukum perdata sering juga disebut hukum sipil dan hukum privat.
2.     Hukum Perdata Yang Berlaku Di Indonesia
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat Belanda yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai UU Perkawinan, UU Hak Tanggungan, UU Kepailitan.
3.     Sejarah Singkat Hukum Perdata
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota yang kemudian anggotanya ini diganti dengan Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948. Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
4.     Sistematika Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata menurut ilmu pengetahuan dibagi dalam 4 bagian yaitu:
  1. Hukum Perorangan atau Badan Pribadi (personenrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang seseorang manusia sebagai pendukung hak dan kewajiban (subyek hukum),tentang umur,kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum,tempat tinggal(domisili)dan sebagainya.
2.     Hukum Keluarga (familierecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum yang timbul karena hubungan keluarga / kekeluargaan seperti perkawinan,perceraian,hubungan orang tua dan anak,perwalian,curatele,dan sebagainya.
3.     Hukum Harta Kekayaan (vermogenrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum seseorang dalam lapangan harta kekayaan seperti perjanjian,milik,gadai dan sebagainya.
4.     Hukum Waris(erfrecht)
Memuat peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang benda atau harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia,dengan perkataan lain:hukum yang mengatur peralihan benda dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup.